RENTA
Nama :
Neesrina Mafaza Suroyya
TTL :
Jember, 1 Maret 1998
Alamat : Jl. Dr. Wahidin SH no. 18 Balung Jember
Instansi : SMAN 1 Jember
No. Hp : 085790538xxx
Berbicara tentang renta, aku ini renta. Tua, lemah, dan peyot. Aku
tak punya keluarga, dan tak mungkin punya keluarga. Walau tak punya keluarga
aku tak sendiriran, Aku selalu ditemani seorang kawan yang lebih renta dariku.
Lebih tua dan lebih lemah. Bersama kawanku aku menempuh jarak yang jauh, mencari
sesuap nasi untuk menyambung hidup. Agar dia terus hidup, agar dia tidak sakit,
agar dia selalu ada untukku, menemaniku. Bersyukur memiliki seorang kawan
sepertinya. Dia selalu merawatku, membersihkanku setiap pagi.
Dibalik semangatnya dan kebaikannya dia menyimpan sejumlah
kepedihan. Suaminya meninggal, anak satu-satunya pergi merantau tak pernah
kembali. Dia sendirian dan sangat kesepian. Setiap malam dia selalu menangis
dan meratap,” Anakku pulanglah, ibu rindu”. “Jangan menangis kawan aku selalu ada
disini bersamamu,” aku berkata padanya. Sayang dia tak akan bisa mendengar apa
yang aku katakan. Andai aku punya tangan ingin sekali aku menghapus air matanya
itu. Tak tega melihat wanita berhati lembut sepertinya menangis.
*****
Di bawah sinar mentari yang terik dia menjajakan dagangannya
bersamaku, sepeda tua yang peyot. Tapi dia tak menampakan raut muka yang lelah.
Dia selalu tersenyum di setiap rumah pelanggan. Walau tak menampakkannya, aku
tahu sebenarnya dia sudah sangat lelah. Terlihat dari kaki tuanya yang sedang
mengayuh sepedaku. Tak tega rasanya melihat kaki tua itu.
Kami beristirahat di sebuah pohon besar di pinggir jalan raya.
“Kita berteduh dulu ya,”katanya sambil tersenyum padaku. Orang mungkin akan
menganggapnya gila karena dia berbicara dengan sebuah sepeda tua. Tapi dia tak
gila. Dia hanya kesepian, tak tahulah keluarganya dimana. Hanya akulah yang
menemaninya, tempatnya berbagi suka dan duka.
Tiba-tiba ada dua orang preman mendekati kami. Mereka merampasku
dari kawanku. Aku ingin meronta tapi tak bisa, aku hanya benda mati. Kawanku
berusaha merebutku dari mereka. Dia menyerahkan semua kerja keras kami hari ini
demi mendapatkanku kembali. Betapa baiknya wanita ini. Dia menyerahkan uangnya yang
dia gunakan untuk menyambung hidup demi aku.
Kedua preman itu pergi. Dia tampak bahagia karena preman itu tak
jadi membawaku. “Sekarang kita mencari uang lagi ya, uang kita habis”, dia
berkata padaku seolah hendak menyemangatiku.
Kalian pasti bertanya-tanya mengapa dia sangat baik padaku, bahkan
rela menyerahkan semua uangnya hari ini agar aku tak dibawa preman. Aku adalah
sepeda tua peninggalan suaminya. Mungkin karena itulah aku sangat berharga
baginya.
Dia kembali menjajakan dagangannya. Kali ini dia menjajakan
dagangannya lebih lama daripada hari biasanya. Walau dia berjualan lebih lama
fari hari biasanya tapi hasil yang dia dapat sangat sedikit. Dagangannya hanya
laku 2.
Tiba-tiba ditengah perjalanan ban ku bocor. Dia mencari-cari tempat
tambal ban yang masih buka. Sayang nampaknya hari sudah sangat larut, jadi dia
tidak menemukan tempat tambal ban yang masih buka. Maka diapun menuntunku
hingga rumah. Tampak raut muka yang sangat lelah dari wajahnya. Kasihan sekali
wanita berhati mulia ini. Terima kasih tuhan, akku dirawat oleh wanita yang
berhati mulia, wanita yang selalu baik pada siapa saja. Bahkan kepada sepeda
tua sepertiku.
Karena aku, malam ini dia hanya makan singkong. Uang untuk membeli
nasi kurang karena siang tadi dia telah menyerahkan semua uang yang dia miliki
telah dirampas preman.
*****
Semakin hari dia tampak semakin kurus. Tampaknya dia sedang
mengalami gangguan kesehatan, dia sedang sakit batuk. Karena orang miskin dia
hanya minum obat di warung.
Setiap hari batuknya semakin parah. Dia tau itu bukan batuk biasa,
dan akupun mengetahuinya. Dia harus berobat ke dokter agar sembuh. Tapi, dia
tak punya cukup uang untuk ke dokter. Dia hanya minum obat warung. Tuhan
seandainya aku manusia, aku akan membantu wanita mulia yang malang ini. Aku
akan membawanya ke dokter memberinya makanan bergizi dan tempat yang layak.
Sayang aku hanya sepeda tua, yang sama lemahnya sepertinya dan sama tak
berdayanya.
Walau sakit dia tetap
bekerja, dia tetap bersemangat. Bangun pagi-pagi buta, membersihkanku, dan
menyiapkan dagangannya. Sebenarnya keadaannya sangat lemah hari ini. Tapi, dia
tak menampakkannya. Bahkan tetangganya pun tak ada yang tahu dia sedang sakit
keras. Dia selalu berkata bahwa dia hanya batuk biasa. Dia berusaha sebisa
mungkin menutupi keadaannya yang sedang sangat tidak sehat. Dia tak ingin
menyusahkan siapapun.
Dia wanita yang sangat kuat. Bahkan dia tetap tampak sangat tegar
dikeadaan seperti ini.
*****
Keadaan sangat tak baik malam ini. Batuknya sudah benar-benar
sangat parah. Dari dinding gubuknya aku dapat melihat dia sangat menderita. Dia
tereus-menerus batuk. Hingga pada puncaknya aku melihat dia mengeluarkan darah
dari mulutnya. Setelah itu dia terbaring di dipannya yang terbuat dari bambu.
Karena melihatnya tertidur, aku mengira dia telah baik-baik saja. Aku tak
mengira bahwa itulah tanda bahwa akhir hidupnya sudah sangat dekat.
*****
Keanehan terjadi hari ini, dia tak bangun dari tidurnya. Tidak
biasanya, bukankah biasanya jam segini dia sudah siap untuk menyongsong
rezekinya. Bukankah biasanya dia sedang membersihkanku. Mengapa dia masih
tertidur lelap di dipan bambunya. Pertanyaan-pertanyaan muncul di benakku.
Mungkin itu efek dari obat yang dia minum semalam. Aku berharap semoga dia
baik-baik saja.
Keanehan yang lain juga tampak lagi. Saat hari menjelang siang dia
masih tertidur,dan banyak sekali tetangganya yang datang ke gubuk reyot
miliknya. Oleh tetangganya lalu dia ditutupi kain putih. Dan tampak anaknya
menangis disampingnya. Mengapa anaknya datang kesini. Mengapa dia sekarang
dibungkus kain putih. Mungkinkah dia telah pergi. Tidak, dia tidak boleh pergi.
Siapa yang akan merawatku sekarang. Siapa yang akan mengayuh pedalku.
“Kawan jangan pergi, jangan tinggalkan aku”, aku berteriak padanya.
Aku menangis, tapi tak ada seorangpun yang dapat mendengarku.
Sepeninggalnya, aku sendirian di gubuk tua ini. Tak ada lagi yang
menggunakan maupun merawatku. Seiring berjalannya waktu, diriku tampak semakin
tua, semakin tak terawat. Badanku semakin berkarat, bahkan berlubang. Pedalku
lepas dari badanku. Banku berlubang. Seluruh tubuhku tertutupi oleh debu yang
cukup tebal.
Pada suatu hari tiba-tiba ada seseorang masuk ke gubuk milik
kawanku yang telah lama tiada ini. Apakah itu pencuri. Aku sangat takut sekali.
Ternyata anak kawanku yang datang. Tampaknya, dia memiliki hati
yang baik seperti ibunya. Mungkin dia datang kesini untuk mengambilku, untuk
merawatku.
Ternyata benar dia datang untuk mengambilku. Terima kasih tuhan.
Pasti ibunya sangata bangga memiliki anak sebaik ini.
Dia membawaku pergi ke suatu tempat yang tak aku kenal. Tempat apa
ini, mengapa banyak sampah berserakan. “Jual-Beli Besi Tua”?? Mengapa dia
membawaku ke sini. Mengapa ada pria yang membawa gergaji. Mengapa pria ini
mendekatiku.
Jangan dekati aku, Jangan potong aku. Aku tak ingin berakhir
seperti ini. JANGAN!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar