Jumat, 20 September 2013

Runner-Up Lomba Cerpen Lingkar Kategori Pelajar

 RENTA






Nama               : Neesrina Mafaza Suroyya
TTL                 : Jember, 1 Maret 1998
Alamat             : Jl. Dr. Wahidin SH no. 18 Balung Jember
Instansi            : SMAN 1 Jember
No. Hp            : 085790538xxx

Berbicara tentang renta, aku ini renta. Tua, lemah, dan peyot. Aku tak punya keluarga, dan tak mungkin punya keluarga. Walau tak punya keluarga aku tak sendiriran, Aku selalu ditemani seorang kawan yang lebih renta dariku. Lebih tua dan lebih lemah. Bersama kawanku aku menempuh jarak yang jauh, mencari sesuap nasi untuk menyambung hidup. Agar dia terus hidup, agar dia tidak sakit, agar dia selalu ada untukku, menemaniku. Bersyukur memiliki seorang kawan sepertinya. Dia selalu merawatku, membersihkanku setiap pagi.
Dibalik semangatnya dan kebaikannya dia menyimpan sejumlah kepedihan. Suaminya meninggal, anak satu-satunya pergi merantau tak pernah kembali. Dia sendirian dan sangat kesepian. Setiap malam dia selalu menangis dan meratap,” Anakku pulanglah, ibu rindu”. “Jangan menangis kawan aku selalu ada disini bersamamu,” aku berkata padanya. Sayang dia tak akan bisa mendengar apa yang aku katakan. Andai aku punya tangan ingin sekali aku menghapus air matanya itu. Tak tega melihat wanita berhati lembut sepertinya menangis.
                                                            *****
Di bawah sinar mentari yang terik dia menjajakan dagangannya bersamaku, sepeda tua yang peyot. Tapi dia tak menampakan raut muka yang lelah. Dia selalu tersenyum di setiap rumah pelanggan. Walau tak menampakkannya, aku tahu sebenarnya dia sudah sangat lelah. Terlihat dari kaki tuanya yang sedang mengayuh sepedaku. Tak tega rasanya melihat kaki tua itu.
Kami beristirahat di sebuah pohon besar di pinggir jalan raya. “Kita berteduh dulu ya,”katanya sambil tersenyum padaku. Orang mungkin akan menganggapnya gila karena dia berbicara dengan sebuah sepeda tua. Tapi dia tak gila. Dia hanya kesepian, tak tahulah keluarganya dimana. Hanya akulah yang menemaninya, tempatnya berbagi suka dan duka.
Tiba-tiba ada dua orang preman mendekati kami. Mereka merampasku dari kawanku. Aku ingin meronta tapi tak bisa, aku hanya benda mati. Kawanku berusaha merebutku dari mereka. Dia menyerahkan semua kerja keras kami hari ini demi mendapatkanku kembali. Betapa baiknya wanita ini. Dia menyerahkan uangnya yang dia gunakan untuk menyambung hidup demi aku.
Kedua preman itu pergi. Dia tampak bahagia karena preman itu tak jadi membawaku. “Sekarang kita mencari uang lagi ya, uang kita habis”, dia berkata padaku seolah hendak menyemangatiku.
Kalian pasti bertanya-tanya mengapa dia sangat baik padaku, bahkan rela menyerahkan semua uangnya hari ini agar aku tak dibawa preman. Aku adalah sepeda tua peninggalan suaminya. Mungkin karena itulah aku sangat berharga baginya.
Dia kembali menjajakan dagangannya. Kali ini dia menjajakan dagangannya lebih lama daripada hari biasanya. Walau dia berjualan lebih lama fari hari biasanya tapi hasil yang dia dapat sangat sedikit. Dagangannya hanya laku 2.
Tiba-tiba ditengah perjalanan ban ku bocor. Dia mencari-cari tempat tambal ban yang masih buka. Sayang nampaknya hari sudah sangat larut, jadi dia tidak menemukan tempat tambal ban yang masih buka. Maka diapun menuntunku hingga rumah. Tampak raut muka yang sangat lelah dari wajahnya. Kasihan sekali wanita berhati mulia ini. Terima kasih tuhan, akku dirawat oleh wanita yang berhati mulia, wanita yang selalu baik pada siapa saja. Bahkan kepada sepeda tua sepertiku.
Karena aku, malam ini dia hanya makan singkong. Uang untuk membeli nasi kurang karena siang tadi dia telah menyerahkan semua uang yang dia miliki telah dirampas preman.
                                                            *****
Semakin hari dia tampak semakin kurus. Tampaknya dia sedang mengalami gangguan kesehatan, dia sedang sakit batuk. Karena orang miskin dia hanya minum obat di warung.
Setiap hari batuknya semakin parah. Dia tau itu bukan batuk biasa, dan akupun mengetahuinya. Dia harus berobat ke dokter agar sembuh. Tapi, dia tak punya cukup uang untuk ke dokter. Dia hanya minum obat warung. Tuhan seandainya aku manusia, aku akan membantu wanita mulia yang malang ini. Aku akan membawanya ke dokter memberinya makanan bergizi dan tempat yang layak. Sayang aku hanya sepeda tua, yang sama lemahnya sepertinya dan sama tak berdayanya.
 Walau sakit dia tetap bekerja, dia tetap bersemangat. Bangun pagi-pagi buta, membersihkanku, dan menyiapkan dagangannya. Sebenarnya keadaannya sangat lemah hari ini. Tapi, dia tak menampakkannya. Bahkan tetangganya pun tak ada yang tahu dia sedang sakit keras. Dia selalu berkata bahwa dia hanya batuk biasa. Dia berusaha sebisa mungkin menutupi keadaannya yang sedang sangat tidak sehat. Dia tak ingin menyusahkan siapapun.
Dia wanita yang sangat kuat. Bahkan dia tetap tampak sangat tegar dikeadaan seperti ini.
                                                            *****
Keadaan sangat tak baik malam ini. Batuknya sudah benar-benar sangat parah. Dari dinding gubuknya aku dapat melihat dia sangat menderita. Dia tereus-menerus batuk. Hingga pada puncaknya aku melihat dia mengeluarkan darah dari mulutnya. Setelah itu dia terbaring di dipannya yang terbuat dari bambu. Karena melihatnya tertidur, aku mengira dia telah baik-baik saja. Aku tak mengira bahwa itulah tanda bahwa akhir hidupnya sudah sangat dekat.
                                                            *****
Keanehan terjadi hari ini, dia tak bangun dari tidurnya. Tidak biasanya, bukankah biasanya jam segini dia sudah siap untuk menyongsong rezekinya. Bukankah biasanya dia sedang membersihkanku. Mengapa dia masih tertidur lelap di dipan bambunya. Pertanyaan-pertanyaan muncul di benakku. Mungkin itu efek dari obat yang dia minum semalam. Aku berharap semoga dia baik-baik saja.
Keanehan yang lain juga tampak lagi. Saat hari menjelang siang dia masih tertidur,dan banyak sekali tetangganya yang datang ke gubuk reyot miliknya. Oleh tetangganya lalu dia ditutupi kain putih. Dan tampak anaknya menangis disampingnya. Mengapa anaknya datang kesini. Mengapa dia sekarang dibungkus kain putih. Mungkinkah dia telah pergi. Tidak, dia tidak boleh pergi. Siapa yang akan merawatku sekarang. Siapa yang akan mengayuh pedalku.
“Kawan jangan pergi, jangan tinggalkan aku”, aku berteriak padanya. Aku menangis, tapi tak ada seorangpun yang dapat mendengarku.
Sepeninggalnya, aku sendirian di gubuk tua ini. Tak ada lagi yang menggunakan maupun merawatku. Seiring berjalannya waktu, diriku tampak semakin tua, semakin tak terawat. Badanku semakin berkarat, bahkan berlubang. Pedalku lepas dari badanku. Banku berlubang. Seluruh tubuhku tertutupi oleh debu yang cukup tebal.
Pada suatu hari tiba-tiba ada seseorang masuk ke gubuk milik kawanku yang telah lama tiada ini. Apakah itu pencuri. Aku sangat takut sekali.
Ternyata anak kawanku yang datang. Tampaknya, dia memiliki hati yang baik seperti ibunya. Mungkin dia datang kesini untuk mengambilku, untuk merawatku.
Ternyata benar dia datang untuk mengambilku. Terima kasih tuhan. Pasti ibunya sangata bangga memiliki anak sebaik ini.
Dia membawaku pergi ke suatu tempat yang tak aku kenal. Tempat apa ini, mengapa banyak sampah berserakan. “Jual-Beli Besi Tua”?? Mengapa dia membawaku ke sini. Mengapa ada pria yang membawa gergaji. Mengapa pria ini mendekatiku.

Jangan dekati aku, Jangan potong aku. Aku tak ingin berakhir seperti ini. JANGAN!!! 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar